Diberi amanah hamil disaat usia (bisa) dibilang tidak muda lagi (hehehe tumben ngaku ngga muda :D), dan kakak-kakaknya sudah bukan balita lagi, sungguh suatu karunia yang tidak henti-hentinya kami syukuri. Apalagi kakak-kakaknya juga excited menyambut kelahiran adiknya (insyaAllah ada note lagi tentang hal ini).
Waktu hamil kakak2nya dulu, alhamdulillah bisa dibilang tanpa ada keluhan yang berarti. Nah hamil ke-3 ini, trimester pertama, tiap pagi saya mengalami morning sickness yang lumayan deh :) apalagi awal kehamilan bertepatan dengan bulan puasa, makanya masih banyak utang puasanya nih :(
Selain itu, alhamdulillah tidak ada keluhan yang berarti kecuali merasa lebih gampang capek. Kata dsog saya, usia tidak bisa bohong bu :) bahkan memasuki w35, saya sering ditanya kapan mulai cutinya, mungkin yang melihat saya kasihan jalan sudah berat plus perut yang segitu gedenya :)
Melihat riwayat ke2 kelahiran sebelumnya, kakak Shafa 'hanya' perlu 4 jam dari sampai RS dan lahir, mas Hafiz lebih cepat lagi, 2 jam setelah sampai RS sudah lahir juga, alhamdulillah, saya cukup optimis kelahiran ke-3 ini juga bisa lancar insyaAllah. Tapi, beberapa kali dsog saya sempat mengingatkan bisa jadi lain ceritanya (dengan menceritakan beberapa kasus pasien blio yang kelahiran ke-3 berakhir dengan caesar). Wah saya sempat mikir, kog sepertinya blio malah membuat saya down yang sudah optimis insyaAllah bisa melahirkan normal. Tapi kemudian saya mencoba berpikir positif, blio mengingatkan saya untuk segala resiko yang mungkin saja bisa terjadi.
Memasuki w38 saya mulai mengambil cuti. Awalnya saya berencana mengambil cuti tepat W38, tetapi mengingat kakak-kakaknya lahir di W38, konon kelahiran berikutnya bisa lebih cepat lagi, dan kondisi badan yang bertambah berat, akhirnya saya majukan cuti saya.
Dua minggu di rumah, belum ada tanda-tanda mau melahirkan. Jalan pagi, juga nasehat lain saya jalani supaya kelahiran bisa lancar. Jujur saya tidak sabar menunggu saat itu tiba :)
Di sisi lain, memasuki W39 terutama di malam hari saya sudah sering mengalami kontraksi (palsu). Memasuki W40, saat kontrol mingguan, Senin 5 April, dicek saya sudah bukaan 1 dan air ketuban mulai berkurang. Dsog saya minta hari Rabu (saat blio praktek) untuk datang lagi bila belum ada tanda-tanda melahirkan. Saya sempat bertanya untuk kemungkinan dilakukan induksi mengingat kontraksi yang sudah sering saya alami dan air ketuban yang sudah berkurang.
Hari Rabu, 7 April saya kembali ke dsog saya, setelah diperiksa tetap masih bukaan 1. Saya bilang kontraksi yang sudah sering saya alami, dan mengingat ketuban yang mulai berkurang, dsog saya menyetujui untuk dilakukan induksi. Sebelumnya saya sempat mencari informasi2 tentang induksi tsb yang konon jauh lebih sakit, tetapi kami menyetujui dilakukan induksi. Saya berpikir tidak apa-apa sakit (sebentar), yang penting saya bisa melahirkan secepatnya. Banyak dzikir dll tentu sudah saya lakukan supaya diberi kemudahan segera melahirkan.
Waktu hamil kakak2nya dulu, alhamdulillah bisa dibilang tanpa ada keluhan yang berarti. Nah hamil ke-3 ini, trimester pertama, tiap pagi saya mengalami morning sickness yang lumayan deh :) apalagi awal kehamilan bertepatan dengan bulan puasa, makanya masih banyak utang puasanya nih :(
Selain itu, alhamdulillah tidak ada keluhan yang berarti kecuali merasa lebih gampang capek. Kata dsog saya, usia tidak bisa bohong bu :) bahkan memasuki w35, saya sering ditanya kapan mulai cutinya, mungkin yang melihat saya kasihan jalan sudah berat plus perut yang segitu gedenya :)
Melihat riwayat ke2 kelahiran sebelumnya, kakak Shafa 'hanya' perlu 4 jam dari sampai RS dan lahir, mas Hafiz lebih cepat lagi, 2 jam setelah sampai RS sudah lahir juga, alhamdulillah, saya cukup optimis kelahiran ke-3 ini juga bisa lancar insyaAllah. Tapi, beberapa kali dsog saya sempat mengingatkan bisa jadi lain ceritanya (dengan menceritakan beberapa kasus pasien blio yang kelahiran ke-3 berakhir dengan caesar). Wah saya sempat mikir, kog sepertinya blio malah membuat saya down yang sudah optimis insyaAllah bisa melahirkan normal. Tapi kemudian saya mencoba berpikir positif, blio mengingatkan saya untuk segala resiko yang mungkin saja bisa terjadi.
Memasuki w38 saya mulai mengambil cuti. Awalnya saya berencana mengambil cuti tepat W38, tetapi mengingat kakak-kakaknya lahir di W38, konon kelahiran berikutnya bisa lebih cepat lagi, dan kondisi badan yang bertambah berat, akhirnya saya majukan cuti saya.
Dua minggu di rumah, belum ada tanda-tanda mau melahirkan. Jalan pagi, juga nasehat lain saya jalani supaya kelahiran bisa lancar. Jujur saya tidak sabar menunggu saat itu tiba :)
Di sisi lain, memasuki W39 terutama di malam hari saya sudah sering mengalami kontraksi (palsu). Memasuki W40, saat kontrol mingguan, Senin 5 April, dicek saya sudah bukaan 1 dan air ketuban mulai berkurang. Dsog saya minta hari Rabu (saat blio praktek) untuk datang lagi bila belum ada tanda-tanda melahirkan. Saya sempat bertanya untuk kemungkinan dilakukan induksi mengingat kontraksi yang sudah sering saya alami dan air ketuban yang sudah berkurang.
Hari Rabu, 7 April saya kembali ke dsog saya, setelah diperiksa tetap masih bukaan 1. Saya bilang kontraksi yang sudah sering saya alami, dan mengingat ketuban yang mulai berkurang, dsog saya menyetujui untuk dilakukan induksi. Sebelumnya saya sempat mencari informasi2 tentang induksi tsb yang konon jauh lebih sakit, tetapi kami menyetujui dilakukan induksi. Saya berpikir tidak apa-apa sakit (sebentar), yang penting saya bisa melahirkan secepatnya. Banyak dzikir dll tentu sudah saya lakukan supaya diberi kemudahan segera melahirkan.
Alhamdulillah, baby Reefa lahir pada tanggal 8 April 2010 jam 09:20 (akhirnya) via operasi caesar. Setelah 3 hari mentok di bukaan 2, diinduksi 18 jam tidak ada perubahan (dan anehnya saya tidak mengalami kesakitan yang amat sangat saat diinduksi itu, seperti induksi tidak berimpact apa-apa ke tubuh saya) dan menimbang air ketuban yang menipis, setelah diskusi dengan dsog saya, resiko bayi dll akhirnya diputuskan sec-c.
Kecewakah saya dengan sec-c tsb ? insyaAllah itu yang terbaik buat kami, amin. Sungguh suatu pengalaman dan banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari kejadian ini. Sepertinya saya diingatkan untuk selalu bersyukur, setiap rencana hanya bisa kita plan-kan dan usahakan, tetapi Sang Maha Kuasa yang akan memutuskannya. Saya berpikir, dengan 2 kelahiran sebelumnya yang (alhamdulillah) diberi kelancaran sekali, kali ini saya diberi 'kesempatan' merasakan sec-c. InsyaAllah saya lebih bisa memahami teman-teman yang mengalami sec-c juga (iyalah, saya kan juga sudah mengalami 'nikmat'nya sec-c).
baby Reefa 2 bulan
bersama kakak2 tersayang
Dan saya sangat percaya, sesudah kesulitan selalu (insyaAllah) ada kemudahan. Alhamdulillah saya hanya 3 hari dirawat di RS, asi bisa langsung keluar biarpun sec-c dan alhamdulillah sampai sekarang asi saya masih lancar, merasakan 'nikmat'nya pasca sec-c 'hanya' seminggu pertama, 2 minggu kemudian saya sudah merasa baikan (serasa tidak sec-c), 1 bulan sudah mencoba naik sepeda keliling komplek ?, baby Reefa yang sehat, maka, nikmat mana lagi yang meski saya dustakan ?
0 comments:
Post a Comment