Learning is not a race, it is a journey. Sejak awal anak-anak mulai sekolah, kami suka dan setuju sekali dengan slogan yang ada di stiker dari sekolahnya anak-anak. Ya, tiap anak mempunyai fitrahnya sendiri, tiap anak mempunyai keunikan sendiri. Tidak perlu anak diberi label bodoh misalnya, anak insyaAllah mempunyai kemampuan dan keunikan masing-masing.
Dan siapa sebenarnya yang membuat learning itu bagaikan a race ? Menurut kami (bisa jadi ini sebuah pengamatan amatiran ya? ) justru orangtua-lah yang membuat race itu. Bahkan sejak anak belum sekolah, race itu sudah dimulai.
Familiar bukan kalau anak baru usia setahun, sering mendapat pertanyaan "anaknya sudah bisa jalan belum bu ?". Jika kita jawab belum, maka akan ada kelanjutan "wah anak saya sebelum setahun sudah jalan loh bu". Umur dua tahun, muncul pertanyaan lagi "anaknya sudah lancar bicaranya belum bu?". Jika belum, akan muncul kelanjutannya "wah, anak saya (anak bu anu), umur 2 tahun sudah ceriwis sekali loh". Umur 5-6 tahun (bahkan sering anak baru usia TK), akan muncul pertanyaan lagi, "anaknya sudah bisa baca tulis belum bu ?". Jika belum, akan ada kelanjutan lainnya lagi.
Itu baru anak balita loh, nanti usia SD, muncul pertanyaan lagi "anaknya ikutan les apa saja ?". Dan ketika masa terima raport, akan selalu muncul pertanyaan "anaknya rangking berapa bu?". Untuk pertanyaan ini, kami punya jawaban jitu "ohh, di sekolah anak-anak tidak mengenal sistem rangking kog".
Bahkan lagi dengan maraknya sos-med sekarang ini, status "alhamdulillah, anak saya rangking 1", "selamat nak, nilai kamu bagus" bahkan sampai memajang nilai raport anak dan seterusnya akan banyak ditemui di era digital
Apakah hal itu salah ? Wah kita tidak bisa menghakimi dan menyalahkan serta merta dong, semua kembali ke masing-masing orang tua Orangtua mana sih yang tidak bangga misal anaknya mendapat rangking di kelasnya ? Jika menjuarai suatu perlombaan tertentu ? Menurut kami, sangat wajar hal itu. Kalaupun kita kurang/tidak setuju, tidak perlu menghakimi ataupun berkomentar yang tidak mengenakan, tinggal skip baca status orang, atau tinggal tutup telinga rapat-rapat
Dan kami percaya, sampai anak dewasa-pun, bahkan sampai kita menjadi kakek nenek, pertanyaan atau pernyataan seperti di atas tidak ada habisnya ? Dengan sistem pendidikan di negara tercinta kita yang masih jauh dari kata ideal, selalu mengutamakan nilai akademis, tentunya pernyataan dan pertanyaan di atas selalu ada latar belakangnya. Bukan kami tidak setuju pentingnya nilai akademis, tapi nilai bukan segalanya (boleh tidak setuju loh dengan pendapat ini).
Anak harusnya berlomba dengan dirinya sendiri. Dalam artian, kalau dulu semisal dia belum menguasai tema pelajaran tertentu (untuk anak SD), setelahnya dilihat apakah dia sudah bisa menguasai materi tersebut. Atau kalau mau melihat nilai akademis, semisal dulu rata-rata di semester 1 adalah 7, semester depannya hasilnya 7,5, berarti kita bisa melihat adanya kemajuan dari anak tersebut.
nikmatin dengan riang gembira masa kanak2mu ya naks ...
Bagaimana dengan kami sendiri ? Tentu masih jauh dari kriteria orangtua ideal. InsyaAllah kami selalu berusaha tidak terbawa arus itu, karena kami sadar dan berusaha selalu sadar, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak akan ada ujungnya (pasang kacamata kuda ). Semakin anak berumur, kalau mengikuti 'tekanan' lingkungan tidak akan ada habisnya. Kami berusaha mengingat akan slogan di atas, bahwa proses pembelajaran anak, bukan suatu pertandingan antar orangtua, justru itu suatu proses yang harus anak jalani untuk menerima hasilnya. Apakah baik atau kurang memuaskan hasilnya ? Tentunya semua akan menjadi pembelajaran baik buat anak sendiri, ataupun untuk orangtuanya.
Kita tidak bisa mengendalikan bagaimana sebaiknya sikap atau pendapat orang tua lain, yang bisa kita lakukan adalah mengendalikan sikap kita sendiri sebagai orang tua. Kalau semisal kita tidak setuju orang lain bersikap (misalnya) nilai dan rangking anak adalah segalanya, apakah kita akan marah-marah dan kesal kepada orangtua tsb ? Tentu tidak bijak kita bersikap seperti itu, kembali saja ke panutan yang kita pegang, tutup telinga dan tidak bersikap seperti sikap yang kita tidak setujui itu. Karena, seperti juga tagline The Urban Mama, there is always a different story in every parenting style, isn't it ?